LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan manusia. Manusia yang sehat dan produktif akan meningkatkan daya saing suatu bangsa. Oleh karena itu, setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan dan jaminan atas kesehatannya. Hal tersebut merupakan amanah Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights),Amandemen UUD 1945 pasal 28 H dan 34 serta UU no 23 tahun 1992.
Dalam program kerjanya pun, Departemen Kesehatan sejak tahun 2005 telah memprioritaskan beberapa program terkait dengan pencapaian visi Indonesia sehat 2010. Pos-pos yang menjadi perhatian utama dalam program kerja tersebut adalah:
1. Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
2. Pelayanan kesehatan masyarakat miskin
3. Pendayagunaan tenaga kesehatan
4. Penanggulangan penyakit menular, gizi buruk, dan krisis kesehatan akibat bencana
5. Peningkatan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, daerah tertinggal, dan daerah perbatasan serta pulau-pulau terluar
Semua program kerja tersebut tentunya membutuhkan Sumber Daya Manusia kesehatan. Secara umum, sistem pelayanan Indonesia diatur oleh pemerintah sebagai penanggung jawab utama. Kalangan swasta dapat ikut serta sebagai penyelenggara selama sesuai dengan kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah. Dokter adalah bagian dari Sumber Daya Manusia Kesehatan Indonesia selain daripada para tenaga medis dan paramedis lainnya. Yang menjadi menarik disini, adalah hingga tahun 2010, untuk memenuhi visi Indonesia Sehat 2010, sepertinya kebutuhan dokter terhadap proporsi jumlah masyarakat masih dirasakan jauh dari jumlah yang diharapkan.
Menurut Indikator Visi Indonesia Sehat 2010 Departemen Kesehatan RI, disebutkan bahwa rasio dokter per 100.000 penduduk sebagai 40 atau 1 dokter untuk 2500 jiwa, Dokter spesialis 6 per 100.000 penduduk atau 1 dokter spesialis untuk 1 untuk 16.000 jiwa. Jika jumlah penduduk Indonesia adalah 220 juta jiwa, itu artinya jumlah dokter yang dibutuhkan di Indonesia adalah 88.000 dan dokter spesialis 13.200.
Jumlah dokter umum di Indonesia tahun 2008 menunjukkan angka 56.750 dengan rasio 1:4.000 sedangkan dokter spesialis 15.499 untuk semua program spesialis atau rasionya 1:120.000. Tenaga dokter umum mungkin sudah mendekati rasio impian, jika kita bandingkan dengan rasio dokter spesialis yang masih jauh, tetapi ternyata terjadi ketimpangan distribusi. Distribusi dokter di daerah kota sekitar 1: 2700, sedangkan untuk daerah pedesaan 1: 16000. Untuk pemenuhan rasio di daerah biasa, jumlah dokter spesialis per 2005 mencapai 11.765 atau telah mencapai 5,33 dokter spesialis per 100.000 penduduk dan jumlah dokter umum telah mencapai 40.963 atau 18,57 dokter per 100.000 penduduk. Namun angka tersebut masih sangat kontras jika kita bandingkan dengan kenyataan yang ada di daerah terpencil tertinggal dan area perbatasan (dacilgatas) sekarang dimana rasio dokter 6,40 per 100.000 penduduk dan rasio dokter spesialis 1,68 per 100.000 penduduk.
Utuk memenuhi kebutuhan dokter dan menyiapkan tenaga dokter yang bisa menerapkan kompetensinya secara terintegrasi, komprehensif dan mandiri, maka pemerintah melalui Komite Intership Dokter Indonesia (KIDI) menyelenggarakan Program Internship.
Apa sih Internship?????
Internship merupakan suatu program magang bagi dokter yang baru menyelesaikan masa pendidikan profesi, dengan tujuan untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi, komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan.
Sedangkan mereka yang disebut sebagai peserta program Internsip, tak lain adalah dokter yang telah lulus program studi pendidikan dokter dan telah lulus uji kompetensi namun belum mempunyai kewenangan untuk praktik mandiri. Adapun jangka waktu pelaksanaan program internsip dilaksanakan dalam kurun satu tahun. Meskipun, apabila kompetensi belum dapat dicapai sesuai ketentuan maka dapat diperpanjang sesuai waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dan, sesuai Pasal 6 Peraturan KKI No.1/2010, apabila setelah melewati jangka waktu tertentu peserta Internsip tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan, maka dinyatakan tidak dapat melanjutkan program Internsip dan tidak boleh berpraktik profesi dokter.
Assessment peserta Internship didasarkan atas pencapaian tujuan Internship, dimana lingkup dari assessment ini adalah Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), medik, bedah, dan gawat darurat.
Bahan yang diassessment adalah log book, laporan kasus, porto folio, dan kinerja peserta.
Bagaimana mekanisme dari internship ???
Ijazah diperoleh ketika seorang mahasiswa menyelesaikan program studi pendidikan dokter di universitasnya masing-masing.Setelah mendapatkan ijazah, kita masih harus mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Apabila kita lulus, kita baru bisa mendapatkan sertifikat kompetensi (Serkom). Ijazah dan serkom adalah syarat agar kita bisa mengikuti internship. Setelah seorang dokter menyelesaikan program internship, ia akan memperoleh Surat Tanda Selesai Internship (STR Int).Sertifikat Kompetensi dan Surat Tanda Selesai Internship merupakan kelengkapan untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sebagai dokter umum.
Penyelenggaran Internship akan dilaksanakan oleh Komite Internship Dokter Indonesia (KIDI) yang terdiri atas KIDI Pusat dan KIDI propinsi. KIDI pusat terdiri atas beberapa unsur, yaitu Departemen Kesehatan (Depkes), institusi pendidikan kedokteran, Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia/IDI pusat, dan rumah sakit pendidikan, sedangkan KIDI propinsi terdiri atas unsur Pemerintah Daerah (Pemda), Dinas Kesehatan (Dinkes), institusi pendidikan kedokteran, IDI wilayah, dan rumah sakit daerah.
Banyak harapan yang disandangkan pada program Internsip Dokter Indonesia ini. Seperti juga tertuang dalam Peraturan KKI No.1/2010 Pasal 3 tentang Tujuan Umum yang mengharapkan program ini memberikan kesempatan kepada dokter yang baru lulus pendidikan kedokteran untuk memahirkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan ke dalam pelayanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga”.